Gelombang Ultrasonik Mampu Bunuh Nyamuk Demam Berdarah

Gelombang ultrasonik ternyata bisa membunuh serangga, salah satunya adalah nyamuk demam berdarah atau aedes aegypti.

Pancaran gelombang ini dengan kekuatan 30 KHz hingga 100 KHz secara terus-menerus dalam ruangan akan mengakibatkan terganggunya fungsi antena pada nyamuk yang berfungsi sebagai indra penerima rangsang.

Ket.Foto: AC LG Terminator diluncurkan produsen elektronik LG, Rabu(19/8). Produk ini diklaim mampu membunuh nyamuk demam berdarah sampai 70 persen. Harganya Rp 4,5 juta.

“Nyamuk akan merasa tidak nyaman dan terganggu keseimbangannya hingga akhirnya mati,” kata I Wayan Teguh Wibawan, Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB), dalam kesempatan peluncuran AC LG Terminator di Jakarta, Rabu (19/8).

LG, perusahaan elektronik, melakukan riset bersama ITB untuk menggabungkan teknologi gelombang ultrasonik ini ke dalam AC. Hasilnya adalah AC LG Terminator. “Kami telah melakukan riset sejak 2007,” katanya.

Lebih lanjut, Wayan menuturkan bahwa percobaan dilakukan dengan melepaskan nyamuk-nyamuk aedes aegypti berjenis kelamin betina (strain liverpool) berumur 4-5 hari. Pada saat yang sama, dalam ruangan tersebut AC Terminator memancarkan gelombang ultrasonik.

Pengujian dilakukan dalam ruang pengujian standar penelitian insektisida dari Lembaga Kesehatan Dunia (WHO). “Hasilnya, gelombang ultrasonik mampu membunuh lebih dari 70 persen nyamuk yang ada di dalam ruangan dalam tempo 24 jam,” ujar Wayan.

Produk yang baru dilepas di Indonesia ini dibandrol Rp 4,5 juta per unit. “Harga ini tidak mahal kalau dilihat benefit yang diterima. Misalnya melindungi keluarga kita dari nyamuk demam berdarah,” kata Budi Setiawan, Direktur Penjualan LG Elektronik Indonesia.

Ia pun menganjurkan, supaya hemat energi, sebaiknya AC cukup distel pada suhu kamar 25-27 derajat celcius. “Kalau pergi, dimatikan saja AC-nya. Namun, fungsi gelombang ultrasoniknya bisa diaktifkan karena berdiri terpisah,” tandas Budi.

LIPI Rintis Bioelektrik di Desa Giri Mekar

Indonesia sudah lama mengenal pemanfaatan biogas untuk memasak. Namun, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bandung mengembangkan biogas yang dikonversi ke energi listrik yang bernama bioelektrik.
“Kami buat ini karena prihatin dengan krisis energi secara global. Selain itu, Indonesia menargetkan tahun 2025 sudah tercipta energi mix dan sudah memakai 30 persen energi terbarukan,” kata Aep Saepudin, Kepala Sub Bidang Sarana Rekayasa Tenaga Listrik dan Mekatronik (Telimek) LIPI Bandung, di Bandung, Jawa Barat (14/8).

1.Ket. Foto 1: (mulai dari paling atas) Kotoran sapi yang dicampur dengan air dimasukkan ke dalam digester, semacam septi tank. Setelah kurang lebih 1 bulan, biogas sudah dihasilkan dan siap dipakai untuk bahan bakar kompor dan bioelektrik.
2. Ket Foto 2: Yaya Sudrajat Sumama, peneliti LIPI, menjelaskan pada para wartawan bagaimana kinerja biogas yang dikonversi untuk energi listrik dan bahan bakar kompor biogas.
3. Ket Foto 3: Masyarakat di Kabupaten Bandung, 70 persennya berprofesi sebagai peternak sapi. Ini menjadi potensi besar untuk mengembangkan biogas, sebagaimana ada di Desa Giri Mekar, Kecamatan Cilengkrang Kabupaten Bandung Jabar (14/8).
4. Ket Foto 4: Peternak di Desa Giri Mekar Kecamatan Cilengkrang Jabar sedang mengisi digester dengan kotoran sapi dan air. Dari dalam digester inilah biogas dihasilkan.

Sejak 2008, ucap Aep, LIPI sudah melakukan penelitian bioelektrik. Tempat yang dipakai untuk percontohan adalah di Desa Giri Mekar, Kecamatan Cirengkrang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Bahan baku energi yang dipakai adalah kotoran sapi. “Daerah sini dominan adalah peternak sapi,” kata Aep singkat. Kecamatan Cilengkarang, menurut Marlan, Camat Cilengkrang, memiliki enam desa. Di pedesaan yang sebagian besar penduduknya peternak, memiliki 2.000 ekor sapi yang menghasilkan 300 ton kotoran tiap harinya.
“Selama ini kotorannya dibuang begitu saja. Kalau ke sana udaranya memang bau,” tuturnya. Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa bioelektrik berbasis kotoran sapi ini sangat relevan karena berdasarkan data 2007, sampai saat ini masih ada 1.500 kepala keluarga dari 11.000 kepala keluarga yang belum bisa menikmati listrik.
“Sebagian besar mereka itu sudah memanfaatkan listrik dengan cara menyambung listrik ke tetangganya yang punya,” katanya.
Dengan memanfaatkan biolektrik, Aep melanjutkan, masyarakat bisa mendapatkan energi 700 watt dari tiga ekor sapi. Selain itu, mereka bisa menghemat penggunaan bahan bakar minyak atau gas untuk memasak dan solar sampai 70 persen.
“Biogas yang dihasilkan bisa dimanfaatkan untuk memasak, listrik, dan juga kompos yang berkualitas baik,” tegasnya.
Menurut Kasubid Sarana Peralatan Transportasi LIPI Arifin Nur, proses bioelektrik itu dilakukan sebagai berikut:
Dari setiap kepala keluarga yang memiliki tiga ekor sapi per harinya akan dihasilkan 45 kg kotoran. Selanjutnya, kotoran itu dicampur air dengan perbandingannya 1:2.
Campuran tersebut lalu dimasukkan ke dalam ruang kedap udara yang dinamakan digester berukuran 2 meter persegi. Setelah kira-kira sebulan, lanjut Arifin, dari digester keluarlah gas metan (CH4).
“Gas inilah yang kita sebut sebagai energi biogas. Sayangnya, dengan teknologi sekarang biogas yang dihasilkan dan ditampung dalam plastik polyetilen treptalat baru 60 persen,” katanya.
Untuk itu, saat ini LIPI sedang melakukan penelitian supaya gas metan yang dihasilkan bisa mencapai 90 persen. Gas metan tersebut kemudian dialirkan menggunakan pipa paralon ke mesin. Saat inilah biogas dikonversi ke bioelektrik.
Ada dua bentuk biolektrik. Pertama disalurkan ke genset berbahan bakar bensin, yang bisa langsung dimanfaatkan. Kedua ke genset bahan bakar solar, yang dinamakan dual fuel.
“Bioelektrik dual fuel ini dapat menggantikan 70 persen penggunaan bahan bakar solar. 30 persennya solar. Dari satu liter per jam jadi 0,4 liter per jam,” tutur Arifin. Kemudian ia melanjutkan, dengan kebutuhan biogas 20 liter/menit pada beban 80 persen, berarti 8 kva (kilovolt ampare), engine membutuhkan biogas sebanyak 20 liter/menit. Atau setara dengan 120 liter/jam.
Diteruskan ke daerah lain
Setelah percontohan di Giri Mekar, menurut Aep, akan diteruskan ke desa-desa terdekat. Sedangkan LIPI berperan sebagai konsultan. “Potensinya, 71 persen penduduk di Kabupaten Bandung adalah peternak sapi. Dan 30 persen kebutuhan susu nasional dipenuhi kabupaten ini,” ucapnya.
Untuk itu, ke depan ia berharap masyarakat di desa energinya sudah mandiri. Dan pertaniannya organik, yang pupuknya di dapat dari limbah biogas berbasis kotoran sapi. “Dari sapi yang mereka pelihara, mereka mendapat susunya, listrik, pupuk kompos. Kalau sapi potong, ditambah dapat kulit dan dagingnya,” tutur Aep.
Biayanya berapa? Untuk buat reaktor dari fiber dengan kapasitas 2.500-3.000 liter harganya Rp 3,5 juta. Harga segitu sudah mendapatkan satu sistem reaktor, penampung gas, kompor, instalasi sudah terpasang, dan biaya pemasangan.

Untung Rugi Gulma dalam Waduk

Keberadaan gulma yang menutupi 70 persen luas genangan Waduk Batu Tegi dinilai baik karena gulma dapat mengikat unsur-unsur logam dalam air. Namun, gulma harus dikendalikan supaya tidak menutupi seluruh permukaan waduk dan daerah tangkapan air harus terus direhabilitasi untuk menekan laju erosi. Ket Foto: Tiono (40) dan Sakiyem (50) warga Kelurahan Sawah Besar, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang, Kamis (15/1) mengumpulkan eceng gondok (Eichhornia crassipes) untuk dijual di toko bunga. Sebagai gulma dan juga penyebab banjir karena tumbuh di rawa-rawa yang merupakan tempat penampungan air, eceng gondok mempunyai nilai ekonomis yang tinggi sebagai bahan produk kerajinan.

Peneliti Daerah Aliran Sungai (DAS) dari Universitas Lampung Irwan Sukri Banua, Minggu (30/8) mengatakan, keberadaan gulma jenis kiambang di Waduk Batu Tegi baik secara ekologis. Gulma akan mengikat unsur-unsur logam dan zat kimia di dalam perairan waduk sehingga ikan-ikan bisa berkembang baik di dalam waduk. “Gulma mampu menurunkan kadar unsur-unsur logam dan kimia dalam waduk,” ujar Irwan.

Dia mengatakan, gulma tersebut muncul sebagai akibat terjadinya erosi di daerah tangkapan air di atas waduk. Saat musim kemarau saat ini, di Lampung masih terjadi hujan yang cukup deras.

Hujan saat musim kemarau menyebabkan laju erosi yang kuat. Laju erosi yang cepat yang menyebabkan sedimentasi di waduk telah meningkatkan kadar unsur hara dan mikro atau eutrofikasi di dalam waduk sehingga gulma muncul dan berkembang dengan cepat dalam tiga bulan terakhir.

Berdasarkan data pengelola Waduk Batu Tegi, penyebaran gulma di waduk tersebut saat ini sudah mencapai 70 persen dari luas genangan air seluas 16 kilometer persegi.

Irwan mengatakan, meski gulma baik secara ekologis namun pengelola waduk sebaiknya bisa mengendalikan gulma untuk tidak menutupi seluruh permukaan waduk. Gulma yang terlalu padat dan penuh akan menutupi muka air sehingga air kadar oksigen dalam air rendah dan membuat biota air tidak berkembang dan menurunkan kualitas air sebagai bahan baku air minum.

Pengendalian

Gulma bisa dikendalikan dengan cara manual, mengangkatnya ke atas dari permukan waduk , bukan dengan cara kimia karena akan meracuni air waduk. Dengan cara manual, pengelola bisa melokalisir penyebaran gulma menggunakan dua kapal motor yang dipasang jaring dan meminggirkan gulma.

Edi Sukoso, Pejabat Pembuat Komitmen Operasi dan Pemeliharaan Sumber Daya Alam Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji-Sekampung mengatakan, saat ini satu-satunya cara yang dipakai untuk mengurangi gulma adalah meminggirkan gulma dengan jaring setinggi setengah meter sepanjang 200 meter yang dijepit dengan tiga bilah bambu memanjang.

Alat tersebut dipakai secara manual oleh pekerja harian Waduk Batu Tegi. Pekerja meminggirkan gulma ke sudut-sudut waduk kemudian mengangkatnya naik. Akan tetapi, pekerjaan manual dirasa tidak efektif karena pengangkatan gulma tidak cepat. “Kami tengah mengusulkan alokasi anggaran pengendalian gulma kepada pemerintah,” ujar Edi.

Lebih lanjut Irwan mengatakan, selain melakukan upaya pengurangan penyebaran gulma, upaya lain yang juga harus dilakukan adalah mencegah laju erosi dengan cara rehabilitasi daerah tangkapan air. Saat ini s ekitar 88,82 persen dari daerah tangkapan air Waduk Batutegi seluas 43.404 hektar didominasi lahan kritis yang menimbulkan erosi.

“Selain mengendalikan persebaran gulma, sebaiknya rehabilitasi lahan dilakukan supaya laju erosi yang menyebabkan peningkatan unsur hara di waduk meningkat bisa dikendalikan,” ujar Irwan.

MINGGU, 30 AGUSTUS 2009 | 19:36 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Helena Fransisca

Status Lindung Batang Toru Mendesak Segera Ditetapkan

Status lindung pada Kawasan Hutang Batang Toru mendesak untuk segera ditetapkan. Ancaman terhadap kelestarian kawasan ini terus terjadi. Aktivitas perambahan dan pertambangan di Kawasan Hutang Batang Toru, telah mengancam keanekaragaman hayati di kawasan tersebut. Di sisi lain, Departemen Kehutanan masih belum mengubah status Kawasan Hutan Batang Toru menjadi hutan lindung, meski sudah ada permintaan resmi dari pemerintah daerah.

Menurut Manajer Program Batang Toru, Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) Tatang Yudha Komoro, dalam waktu dekat memang ada rencana Departemen Kehutanan menurunkan tim verifikasi terkait penerbitan izin hak pengusaan hutan (HPH) di Kawasan Hutan Batang Toru (KHBT).

YEL bersama konsorsium beberapa lembaga swadaya masyarakat di bidang lingkungan hidup, sebelumnya pernah melakukan kajian bersama Pemkab Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Utara tentang perluasan KHBT. Pemda di ketiga kabupaten yang wilayahnya masuk ke dalam KHBT sepakat mengusulkan penambahan luas kawasan, dari 25.315 hektar berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 44 Tahun 2005 tentang penunjukan kawasan hutan di Sumut, menjadi 116.453 hektar.

Dari total 116.453 hektar tersebut, 85,49 persen di antaranya direkomendasikan menjadi hutan lindung berdasarkan kajian konsorsium LSM lingkungan bersama tiga pemkab. KHBT memang bukan kawasan hutan lindung, meski dari aspek keanekaragaman hayati, bentang alam dan topografi, sangat layak dijadikan kawasan lindung.

Di dalam KHBT sudah ada HPH milik PT Teluk Nauli yang sudah tidak beroperasi hampir delapan tahun. Makanya tim Departemen Kehutanan mau memverifikasinya, sekaligus melihat langsung kelayakan usulan pemda yang meminta kawasan ini dijadikan hutan lindung, ujar Tatang di Sibolga, Minggu (30/8).

Menurut Tatang, penetapan status sebagai kawasan hutan lindung sangat mendesak, mengingat saat ini masih banyak terjadi aktivitas perambahan di KHBT. “Perambahan terutama terjadi di KHBT yang masuk wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah. Masyarakat asal Nias, banyak yang membuka kawasan hutan sebagai tempat perladangan mereka,” ujar Tatang.

Sedangkan di KHBT yang masuk wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan, masih terdapat aktivitas pertambangan emas dari perusahaan asing. Sebelumnya, perusahaan asal Australia memiliki konsesi di areal KHBT. Namun kata Tatang, belakangan perusahaan tersebut dibeli oleh perusahaan pertambangan asal China.

“Kami jauh lebih khawatir lagi setelah perusahaan pertambangan China tersebut membeli konsesi tambang emas di Batang Toru. Di negeri mereka sendiri, persoalan keselamatan dan lingkungan tak menjadi prioritas, apalagi ini mereka menambang di negeri orang,” kata Tatang.

Menurut dia, seandainya Menteri Kehutanan sudah menetapkan KHBT sebagai kawasan hutan lindung, maka aktivitas pertambangan di dalam kawasan bisa dirundingkan untuk tidak menimbulkan dampak lingkungan yang lebih merusak. “Kalau sudah jadi hutan lindung kan bisa disepakati, agar perusahaan pertambangan hanya boleh melakukan pertambangan bawah tanah,” katanya.

KHBT selama ini menjadi habitat bagi banyak satawa langka seperti tapir (Tapirus indicus), harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), kucing batu (Pardofelis marmorata), beruang madu (Helarctos malayanus) hingga kambing hutan (Neamorhedus sumat rensis). Selain itu, di dalam KHBT diketahui terdapat 265 jenis burung, di mana 59 di antaranya merupakan satwa langka khas Sumatera. Bahkan KHBT juga menjadi habitat bagi orangutan yang diduga berbeda jenisnya dengan orangutan di Taman Nasional Gunung Leuser maupun di Kalimantan.

MINGGU, 30 AGUSTUS 2009 | 20:49 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Khaerudin

MEDAN, KOMPAS.com – http://regional.kompas.com/read/xml/2009/08/30/20494888/Status.Lindung.Batang.Toru.Mendesak.Segera.Ditetapkan

Menangkap Teroris, Satu di Antara Jutaan Orang

“Kongres dan Departemen Pertahanan harus memetik pelajaran dari (apa yang terjadi) delapan tahun terakhir dan mempersenjatai tentaranya dengan teknologi untuk bereaksi dengan cepat menghadapi lawan yang sangat terkoordinasi, luar biasa lincah bergerak, dan menguasai teknologi”. (Martin Feuerstein, ”DefenseNews”, 6/7/2009)

Banyak kalangan masyarakat yang penasaran, mengapa setelah lebih dari dua pekan berlalu aparat belum dapat menangkap satu tersangka pun pelaku bom Mega Kuningan. Mencari seorang Noordin M Top di antara lebih dari 200 juta penduduk Indonesia rupanya memang bukan pekerjaan mudah.

Inovator teknologi menyadari, adanya teknologi untuk menemukan buronan amat dibutuhkan. Sebagian didasarkan pada kenyataan, semenjak serangan World Trade Center 11 September 2001, perang konvensional banyak digantikan perang memburu teroris.

Dengan terjadinya bom Mega Kuningan, 17 Juli lalu, Indonesia pun masuk dalam deretan negara yang membutuhkan teknologi pencari atau penemu lokasi seseorang.

Dalam kaitan teknologi yang bisa melacak lokasi teroris ini, uraian Martin Feuerstein, chief technology officer di Polaris Wireless, perusahaan yang bergerak di bidang sistem penetapan lokasi berbasis perangkat lunak, menarik kita simak.

Kemampuan menetapkan lokasi sistem ini tampaknya juga bermanfaat untuk upaya pencegahan.

Sel-sel teroris yang merencanakan dan melaksanakan serangan sangat terkoordinasi dari tengah-tengah penduduk sipil harus diakui merupakan tantangan tersendiri.

Kesulitannya adalah membedakan antara kawan dan lawan. Dengan demikian, kunci sukses untuk mengunci lawan, menurut Feuerstein, adalah merumuskan satu respons cepat dan tepat—dengan bantuan teknologi penetapan tempat/lokasi berpresisi tinggi— sebelum pelaku bisa membaur kembali dengan penduduk.

Sekarang ini ia sebut sebagai saat yang tepat untuk menerapkan teknologi baru yang bisa membantu Angkatan Bersenjata Amerika untuk mengenali dan melacak kelompok perlawanan yang hidup dan berbaur dengan penduduk sipil.

Menurut skenario, bisa saja pada satu titik militer AS bekerja sama dengan pemerintah sahabat dan perusahaan telepon lokal untuk menggunakan penyadapan sah (lawful intercept/LI) guna memonitor komunikasi nirkabel lawan/teroris, melacak pembicaraan, dan transmisi data untuk membongkar serangan mendatang.

Sekarang ini teknologi yang ada sudah bisa secara teliti menetapkan lokasi telepon genggam yang menerima dan mengirimkan sinyal sampai ketelitian puluhan meter.

Dengan menambahkan informasi lokasi sangat akurat pada solusi LI di atas, hal itu bisa membuat tentara AS dan penegak hukum lokal dapat mengidentifikasi dan mengunci teroris secara lebih baik, selain dapat menangkap komunikasi mereka.

Dalam uraian Feuerstein disimulasikan, apa jadinya jika sekelompok perlawanan yang bersembunyi di pegunungan di perbatasan Afganistan-Pakistan menggunakan telepon genggam untuk meledakkan bom di luar satu hotel sibuk di kota seperti Kandahar?

Dengan menggunakan solusi LI, militer AS bekerja sama dengan pihak berwenang lokal bisa mendirikan pagar (geo-fence) di sekeliling hotel dan memplot semua aktivitas nirkabel yang terjadi di dalam zona tersebut. Mereka akan dengan cepat mengenali telepon genggam atau mobile device lain di dekat zona ledakan yang menerima transmisi pada saat bersamaan dengan bom meledak. Dari informasi tersebut, mereka bisa mengungkap nomor teleponponsel dimaksud, juga nomor SIM card, nomor ID perangkat keras, dan berikutnya petunjuk lebih jelas tentang alat tersebut.

Deretan panggilan (call log) kemudian bisa dianalisis untuk menentukan nomor telepon pemicu detonator dan lokasi tepat dibuatnya panggilan itu. Dari situ, keberadaan pengguna ponsel yang digunakan untuk memicu bom dapat dilacak dengan memplot transmisi nirkabel yang dipancarkan pada peta.

Satu hal yang diunggulkan di sini adalah bahwa solusi LI dapat melacak lokasi hingga beberapa puluh meter. Bahkan, sekalipun penyerang membaur dengan penduduk sipil, sistem bisa menetapkan lokasi eksaknya hingga ke gedung tertentu, atau bahkan ruangan tertentu.

Pasca-GPS

Tampak bahwa akurasi merupakan pembeda teknologi penentu lokasi ini dengan teknologi terdahulu. Dalam skenario di atas, teknologi penentu lokasi GPS (global positioning system) tidak dapat dipergunakan karena lawan tidak akan menggunakan ponsel berfasilitas GPS, atau kalaupun ada, fasilitas itu akan dimatikan. Lalu, kalaupun ada kemungkinan penggunaan GPS, di wilayah yang padat penduduk atau di antara gedung-gedung, masih akan ada masalah dengan penglihatan langsung.

Sekadar catatan, teknologi lokasi sebelum ini, seperti Cell ID, yang menggunakan menara sel untuk menetapkan lokasi, hanya punya ketelitian beberapa ratus meter. Sementara itu, kini ada teknologi WLS (wireless location signature), didasarkan pada temuan, setiap lokasi punya ciri atau tanda tangan frekuensi radio unik.

Seiring dengan kemajuan teknologi nirkabel, ciri khas satu lokasi semakin bisa dikenali dan itu artinya ketelitian penetapan lokasi pun bisa ditingkatkan.

Munculnya tulisan Feuerstein menyiratkan, untuk AS pun, adanya teknologi yang memungkinkan angkatan bersenjatanya bertindak cepat amat mendesak. Ini karena lawan yang dihadapi juga semakin canggih dalam koordinasi, luar biasa mobil, dan semakin piawai memanfaatkan teknologi.

Kita pun menghadapi masalah yang sama hari-hari ini, yakni menangkap pelaku peledakan bom Mega Kuningan dan melengkapi diri untuk menghadapi ancaman serupa pada masa depan.

Hak Pengusahaan Pesisir Mulai 2011

Kelautan

Hak pengusahaan perairan pesisir atau HP3 diberlakukan mulai tahun 2011. Pemanfaatan sumber daya pesisir yang membagi perairan dalam kapling-kapling itu nantinya dikelola masyarakat atau pelaku usaha.

Pada tahun yang bersamaan, pemerintah juga berencana memberlakukan kluster perikanan tangkap yang juga membagi perairan dalam kawasan usaha penangkapan.

Kluster diberlakukan di kawasan teritorial (0-12 mil) hingga Zona Ekonomi Eksklusif 200 mil dari garis pantai.

Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) Departemen Kelautan dan Perikanan Alex Retraubun di Jakarta, Kamis (27/8), mengemukakan, penerapan HP3 berlangsung di kawasan teritorial dan disesuaikan dengan tata ruang dan zona perairan daerah.

Mulai tahun depan, kata Alex, pihaknya memfasilitasi kabupaten/kota untuk menyusun rencana pembagian zona perairan.

Untuk tahap awal, ada 20 kabupaten/kota yang siap menyusun peraturan daerah tentang rencana penetapan zona perairan pesisir.

Dengan demikian, wilayah laut dibagi menjadi empat bagian, yakni kawasan pemanfaatan umum, kawasan konservasi, kawasan nasional strategis tertentu, dan alur pelayaran.

HP3 hanya diterapkan pada kawasan pemanfaatan umum untuk kegiatan usaha perikanan budidaya dan wisata bahari.

Sekretaris Direktorat Jenderal KP3K Sudirman Saad menambahkan, HP3 memberi hak bagi orang, kelompok masyarakat, atau pengusaha untuk memanfaatkan sumber daya perairan pada areal tepi laut hingga jarak 12 mil dari pantai.

Bisa dialihkan

HP3 berlaku selama 20 tahun, dapat diperpanjang dan dialihkan ke pihak lain. ”Komposisi HP3 untuk swasta dan masyarakat disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi daerah. Apabila daerah itu membutuhkan investasi besar, HP3 untuk swasta bisa lebih besar,” ujar Sudirman.

Selama ini, pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan dengan sistem perizinan. Dengan cara ini, peran negara relatif masih dominan dalam menentukan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau kecil.

Sudirman menilai sistem perizinan dalam pengelolaan wilayah perairan pesisir memiliki keterbatasan dan sewaktu-waktu berpotensi dicabut oleh pemda.

Sementara itu, HP3 akan memberikan jaminan investasi dan keleluasaan bagi pemegang konsesi untuk mengelola kawasan. ”Dalam HP3, sebagian kedaulatan pengelolaan perairan diserahkan kepada pemegang HP3. Dalam terminologi itu, ada keleluasaan usaha, bisa diperpanjang dan dialihkan,” ujarnya.

Ditanya mengenai peluang tumpang tindih antara pelaksanaan HP3 dan kluster perikanan tangkap, Alex mengemukakan, pihaknya belum melakukan koordinasi dengan Ditjen Perikanan Tangkap DKP. (LKT)

Kelautan: Hak Pengusahaan Pesisir Mulai 2011

Hak pengusahaan perairan pesisir atau HP3 diberlakukan mulai tahun 2011. Pemanfaatan sumber daya pesisir yang membagi perairan dalam kapling-kapling itu nantinya dikelola masyarakat atau pelaku usaha.

Pada tahun yang bersamaan, pemerintah juga berencana memberlakukan kluster perikanan tangkap yang juga membagi perairan dalam kawasan usaha penangkapan.

Kluster diberlakukan di kawasan teritorial (0-12 mil) hingga Zona Ekonomi Eksklusif 200 mil dari garis pantai.

Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) Departemen Kelautan dan Perikanan Alex Retraubun di Jakarta, Kamis (27/8), mengemukakan, penerapan HP3 berlangsung di kawasan teritorial dan disesuaikan dengan tata ruang dan zona perairan daerah.

Mulai tahun depan, kata Alex, pihaknya memfasilitasi kabupaten/kota untuk menyusun rencana pembagian zona perairan.

Untuk tahap awal, ada 20 kabupaten/kota yang siap menyusun peraturan daerah tentang rencana penetapan zona perairan pesisir.

Dengan demikian, wilayah laut dibagi menjadi empat bagian, yakni kawasan pemanfaatan umum, kawasan konservasi, kawasan nasional strategis tertentu, dan alur pelayaran.

HP3 hanya diterapkan pada kawasan pemanfaatan umum untuk kegiatan usaha perikanan budidaya dan wisata bahari.

Sekretaris Direktorat Jenderal KP3K Sudirman Saad menambahkan, HP3 memberi hak bagi orang, kelompok masyarakat, atau pengusaha untuk memanfaatkan sumber daya perairan pada areal tepi laut hingga jarak 12 mil dari pantai.

Bisa dialihkan

HP3 berlaku selama 20 tahun, dapat diperpanjang dan dialihkan ke pihak lain. ”Komposisi HP3 untuk swasta dan masyarakat disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi daerah. Apabila daerah itu membutuhkan investasi besar, HP3 untuk swasta bisa lebih besar,” ujar Sudirman.

Selama ini, pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan dengan sistem perizinan. Dengan cara ini, peran negara relatif masih dominan dalam menentukan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau kecil.

Sudirman menilai sistem perizinan dalam pengelolaan wilayah perairan pesisir memiliki keterbatasan dan sewaktu-waktu berpotensi dicabut oleh pemda.

Sementara itu, HP3 akan memberikan jaminan investasi dan keleluasaan bagi pemegang konsesi untuk mengelola kawasan. ”Dalam HP3, sebagian kedaulatan pengelolaan perairan diserahkan kepada pemegang HP3. Dalam terminologi itu, ada keleluasaan usaha, bisa diperpanjang dan dialihkan,” ujarnya.

Ditanya mengenai peluang tumpang tindih antara pelaksanaan HP3 dan kluster perikanan tangkap, Alex mengemukakan, pihaknya belum melakukan koordinasi dengan Ditjen Perikanan Tangkap DKP. (LKT)

Hak Pengusahaan Pesisir Mulai 2011

Kelautan

Hak pengusahaan perairan pesisir atau HP3 diberlakukan mulai tahun 2011. Pemanfaatan sumber daya pesisir yang membagi perairan dalam kapling-kapling itu nantinya dikelola masyarakat atau pelaku usaha.

Pada tahun yang bersamaan, pemerintah juga berencana memberlakukan kluster perikanan tangkap yang juga membagi perairan dalam kawasan usaha penangkapan.

Kluster diberlakukan di kawasan teritorial (0-12 mil) hingga Zona Ekonomi Eksklusif 200 mil dari garis pantai.

Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) Departemen Kelautan dan Perikanan Alex Retraubun di Jakarta, Kamis (27/8), mengemukakan, penerapan HP3 berlangsung di kawasan teritorial dan disesuaikan dengan tata ruang dan zona perairan daerah.

Mulai tahun depan, kata Alex, pihaknya memfasilitasi kabupaten/kota untuk menyusun rencana pembagian zona perairan.

Untuk tahap awal, ada 20 kabupaten/kota yang siap menyusun peraturan daerah tentang rencana penetapan zona perairan pesisir.

Dengan demikian, wilayah laut dibagi menjadi empat bagian, yakni kawasan pemanfaatan umum, kawasan konservasi, kawasan nasional strategis tertentu, dan alur pelayaran.

HP3 hanya diterapkan pada kawasan pemanfaatan umum untuk kegiatan usaha perikanan budidaya dan wisata bahari.

Sekretaris Direktorat Jenderal KP3K Sudirman Saad menambahkan, HP3 memberi hak bagi orang, kelompok masyarakat, atau pengusaha untuk memanfaatkan sumber daya perairan pada areal tepi laut hingga jarak 12 mil dari pantai.

Bisa dialihkan

HP3 berlaku selama 20 tahun, dapat diperpanjang dan dialihkan ke pihak lain. ”Komposisi HP3 untuk swasta dan masyarakat disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi daerah. Apabila daerah itu membutuhkan investasi besar, HP3 untuk swasta bisa lebih besar,” ujar Sudirman.

Selama ini, pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan dengan sistem perizinan. Dengan cara ini, peran negara relatif masih dominan dalam menentukan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau kecil.

Sudirman menilai sistem perizinan dalam pengelolaan wilayah perairan pesisir memiliki keterbatasan dan sewaktu-waktu berpotensi dicabut oleh pemda.

Sementara itu, HP3 akan memberikan jaminan investasi dan keleluasaan bagi pemegang konsesi untuk mengelola kawasan. ”Dalam HP3, sebagian kedaulatan pengelolaan perairan diserahkan kepada pemegang HP3. Dalam terminologi itu, ada keleluasaan usaha, bisa diperpanjang dan dialihkan,” ujarnya.

Ditanya mengenai peluang tumpang tindih antara pelaksanaan HP3 dan kluster perikanan tangkap, Alex mengemukakan, pihaknya belum melakukan koordinasi dengan Ditjen Perikanan Tangkap DKP. (LKT)

Kelautan
Hak Pengusahaan Pesisir Mulai 2011
Jumat, 28 Agustus 2009 | 06:18 WIB

Jakarta, Kompas – Hak pengusahaan perairan pesisir atau HP3 diberlakukan mulai tahun 2011. Pemanfaatan sumber daya pesisir yang membagi perairan dalam kapling-kapling itu nantinya dikelola masyarakat atau pelaku usaha.
Pada tahun yang bersamaan, pemerintah juga berencana memberlakukan kluster perikanan tangkap yang juga membagi perairan dalam kawasan usaha penangkapan.
Kluster diberlakukan di kawasan teritorial (0-12 mil) hingga Zona Ekonomi Eksklusif 200 mil dari garis pantai.
Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) Departemen Kelautan dan Perikanan Alex Retraubun di Jakarta, Kamis (27/8), mengemukakan, penerapan HP3 berlangsung di kawasan teritorial dan disesuaikan dengan tata ruang dan zona perairan daerah.
Mulai tahun depan, kata Alex, pihaknya memfasilitasi kabupaten/kota untuk menyusun rencana pembagian zona perairan.
Untuk tahap awal, ada 20 kabupaten/kota yang siap menyusun peraturan daerah tentang rencana penetapan zona perairan pesisir.
Dengan demikian, wilayah laut dibagi menjadi empat bagian, yakni kawasan pemanfaatan umum, kawasan konservasi, kawasan nasional strategis tertentu, dan alur pelayaran.
HP3 hanya diterapkan pada kawasan pemanfaatan umum untuk kegiatan usaha perikanan budidaya dan wisata bahari.
Sekretaris Direktorat Jenderal KP3K Sudirman Saad menambahkan, HP3 memberi hak bagi orang, kelompok masyarakat, atau pengusaha untuk memanfaatkan sumber daya perairan pada areal tepi laut hingga jarak 12 mil dari pantai.
Bisa dialihkan
HP3 berlaku selama 20 tahun, dapat diperpanjang dan dialihkan ke pihak lain. ”Komposisi HP3 untuk swasta dan masyarakat disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi daerah. Apabila daerah itu membutuhkan investasi besar, HP3 untuk swasta bisa lebih besar,” ujar Sudirman.
Selama ini, pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan dengan sistem perizinan. Dengan cara ini, peran negara relatif masih dominan dalam menentukan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau kecil.
Sudirman menilai sistem perizinan dalam pengelolaan wilayah perairan pesisir memiliki keterbatasan dan sewaktu-waktu berpotensi dicabut oleh pemda.
Sementara itu, HP3 akan memberikan jaminan investasi dan keleluasaan bagi pemegang konsesi untuk mengelola kawasan. ”Dalam HP3, sebagian kedaulatan pengelolaan perairan diserahkan kepada pemegang HP3. Dalam terminologi itu, ada keleluasaan usaha, bisa diperpanjang dan dialihkan,” ujarnya.
Ditanya mengenai peluang tumpang tindih antara pelaksanaan HP3 dan kluster perikanan tangkap, Alex mengemukakan, pihaknya belum melakukan koordinasi dengan Ditjen Perikanan Tangkap DKP. (LKT)

Indonesia Mampu Sumbang 2,3 Giga Ton Per Tahun

EMISI KARBON

Hasil analisis 150 ahli emisi karbon terhadap enam sumber emisi, terhitung emisi karbon Indonesia pada 2005 mencapai 2,3 giga ton per tahun. Jika tidak dilakukan kebijakan pencegahan, pada tahun 2030 emisi karbon Indonesia diperkirakan menjadi 3,6 giga ton per tahun.

Emisi karbon tahun 2005 itu menempatkan Indonesia sebagai emiter terbesar ketiga di dunia, setelah China dan Amerika Serikat. Jejak karbon di atmosfer sejak era industrialisasi, sumbangan AS dan negara maju masih jauh lebih besar daripada negara di kawasan Asia.

”Dengan kebijakan mitigasi yang didukung dunia internasional, Indonesia mampu berperan besar menurunkan emisi karbonnya,” kata Ketua Harian Dewan Nasional Perubahan Iklim yang juga Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar, pada peluncuran ”Kurva Biaya Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca Indonesia”, yang dihadiri sejumlah wartawan media nasional dan asing di Jakarta, Kamis (27/8).

Hingga tahun 2030, hasil penelitian yang dilakukan konsultan internasional yang digunakan di 15 negara itu, Indonesia berpeluang menurunkan emisi karbon 2,3 giga ton atau 2,3 miliar ton. Jika terwujud, tahun 2030 emisi karbon Indonesia tersisa 1,3 giga ton per tahun.

”Hasil penelitian ini menjadi tantangan bagi para pengambil kebijakan pada masa depan,” kata Kepala Sekretariat Dewan Nasional Perubahan Iklim Agus Purnomo. Peluang penurunan emisi ada di enam sektor, yakni kehutanan dan lahan gambut, energi, transportasi, pertanian, semen, serta gedung.

Kehutanan terbesar

Dari keenam sektor, potensi terbesar pengurangan emisi yaitu dari sektor kehutanan dan lahan gambut, di antaranya melalui pencegahan konversi hutan (deforestasi), penanaman kembali, dan rehabilitasi lahan gambut.

Emisi dari pembukaan hutan dan lahan gambut mencapai 80 persen emisi nasional. Oleh karena itu, Indonesia berkepentingan agar mekanisme reduksi emisi akibat deforestasi dan degradasi lahan (REDD) diadopsi dalam rezim baru pasca-Protokol Kyoto di Kopenhagen, Denmark, Desember 2009.

Sejumlah langkah murah mereduksi emisi, di antaranya perbaikan mesin pembakaran internal kendaraan umum, menggunakan bola lampu hemat energi (LED), dan menggunakan peranti elektronik yang lebih efisien.

Acuan nasional

Rachmat Witoelar mengatakan, penelitian McKinsey yang digarap empat bulan itu akan dijadikan acuan nasional. Di antaranya akan dibawa dalam beberapa forum menteri lingkungan, para pemimpin G-20, dan pertemuan tingkat tinggi yang akan dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di New York, Amerika Serikat, September 2009.

Meski demikian, seperti dikatakan Agus Purnomo, hasil penelitian itu lebih banyak digunakan untuk kepentingan dalam negeri. Tidak ada kaitannya dengan komitmen Indonesia di Kopenhagen pada Desember mendatang.

”Indonesia tidak berniat mengurangi emisi seperti target negara-negara Annex-I (negara maju). Mereka wajib mengurangi emisi dalam jumlah besar (deep cut),” katanya. (GSA)

Pemda Bantah Mentawai Diperjualbelikan

Kedaulatan Negara

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai membantah penjualbelian pulau di Mentawai seperti dilansir sebuah situs di internet. Data yang disebutkan di situs itu tidak akurat.

Penjualan pulau dilansir oleh situs privateislandsonline.com. Di situs itu, ada tiga pulau yang ditawarkan, yaitu Pulau Macaroni, Siloinak, dan Kandui.

Asisten Sekda Sumatera Barat Sinang Subekti, Kamis (27/8), mengatakan, data situs itu tidak benar. Dia memastikan tidak ada penjualan pulau di Mentawai.

”Kami sudah mengonfirmasi persoalan ini ke pengelola tempat wisata itu. Mereka menyatakan tidak ada penjualan pulau. Kami juga tidak menemukan ada pelanggaran hukum yang dilakukan operator wisata di Mentawai,” kata Sinang.

Wakil Bupati Kepulauan Mentawai Yudas Sabaggalet mengatakan, tiga pulau yang disebutkan di situs itu tidak benar. Macaroni merupakan nama resor seluas enam hektar di Tanjung Sinai, Desa Silabu, Kecamatan Pagai Utara. Resor ini dimiliki PT Internusa Bahagia yang merupakan investasi penanaman modal asing (PMA) tahun 2004.

Kandui adalah nama resor di Pulau Karangmajat Besar. Resor mengantongi izin tahun 2007 seluas 9,1 hektar. Luas Pulau Karangmajat Besar 60 hektar.

Adapun Pulau Siloinak dikelola PT Mentawai Surak Wisata sejak tahun 2009. Perusahaan PMA ini tidak mengelola seluruh pulau seluas delapan hektar, melainkan mengelola kawasan wisata seluas satu hektar.

Direktur Utama PT Mentawai Surak Wisata Novi Leni Safitri menyatakan tidak pernah memberikan data pulau untuk situs itu. ”Kami beroperasi seperti biasa dan tidak pernah berniat menjual perusahaan, apalagi pulau ini,” kata Novi.

Novi mengaku tidak akan menggugat pemilik situs itu karena persoalan sudah ditangani pemerintah. Desas-desus penjualan pulau, menurut Novi, sudah terdengar sejak dua tahun lalu.

Hal senada disampaikan Direktur Utama Kandui Resort Mentawai Anom Suheri. Dia mengaku tidak pernah memberikan informasi seputar resornya kepada pengelola situs.

Direktur Jenderal Pengawasan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan Aji Sularso mengatakan, pemerintah akan mengusut iklan penjualan pulau ke pengelola situs di Toronto, Kanada.

”Kami akan memakai hubungan diplomatik dengan Kanada untuk meminta klarifikasi tentang munculnya iklan penjualan pulau di situs itu. Kalau terungkap sesuatu yang lebih jauh, bisa saja pemerintah mengajukan gugatan hukum,” ucap Aji.(ART)


Kerja Sama dengan Telkom, Himbara Tingkatkan Efisiensi dan Pendapatan

Untuk meningkatkan efisiensi hingga 30 persen dan menaikkan pendapatan sebesar Rp 9,3 miliar per bulan, anggota Himpunan Bank-bank Negara (Himbara) menggandeng PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom).

Kerja sama ini untuk mengimplementasikan transaksi elektronik dengan Telkom sehingga menciptakan efisiensi biaya dan kemudahan transaksi bagi nasabah bank anggota Himbara yang terdiri dari Bank Mandiri, BRI, BNI, dan BTN ini.

“Kerja sama ini akan terus dikembangkan untuk meningkatkan nilai bisnis (bussiness value) bagi bank-bank negara dan Telkom, sekaligus mendukung program Bank Indonesia mewujudkan less-cash society,” kata Ketua Himbara Agus Martowardojo, di Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (28/8).

Realisasi itu, tambahnya, menciptakan efisiensi biaya transaksi sebesar 30 persen dan menyumbang pendapatan Rp 9,3 miliar setiap bulan bagi semua anggota Himbara.

Saat ini, jumlah kartu debit yang diterbitkan bank-bank anggota Himbara sampai dengan Juli 2009 mencapai 16 juta kartu atau 47 persen dari total kartu debit yang beredar di Indonesia. Transaksi yang terjadi antarnasabah bank milik negara sebanyak 3 juta transaksi setiap bulan melalui 10.449 ATM yang dimiliki bank anggota Himbara.

Sementara total electronic data capture (EDC) milik bank-bank negara mencapai 46.000 EDC atau 29 persen dari total EDC di Indonesia. “Jumlah transaksi yang sangat besar ini akan memberikan potensi yang sangat baik bagi peningkatan pendapatan fee based income bank-bank anggota Himbara serta pendapatan Telkom,” ujar Agus Martowardojo.

Implementasi sinergi Himbara dan Telkom ini dimulai pada 21 Juni 2009 berupa pemindahan pengelolaan switchingATM dari Artajasa ke Telkom. Layanan yang sudah berjalan saat ini adalah informasi saldo dan penarikan tunai.

Layanan transfer di ATM bank-bank negara serta layanan pembayaran grup usaha Telkom akan berjalan dalam waktu dekat.

Pengembangan selanjutnya akan diperluas dengan penambahan fitur layanan transaksi, implementasi di channel electronic lainnya, seperti EDC, internet banking, dan SMS Banking.

Kerja sama itu juga akan diarahkan untuk mendukung independent self regulatory organization (SRO).

Direktur Utama Telkom Rinaldy Firmansyah mengemukakan, Telkom siap mendukung kerja sama transaksi elektronik ini sehingga seluruh nasabah bank-bank anggota Himbara mendapatkan layanan terbaik. “Kami gembira dapat meningkatkan kerja sama lebih lanjut dengan Himbara dan kami akan mendukung sepenuhnya dengan kemampuan serta pengalaman yang dimiliki,” ujar Rinaldy Firmansyah.

Di tempat yang sama, Menteri Negara BUMN Sofyan A Djalil mengatakan, sinergi Himbara dan Telkom ini merupakan contoh sukses sinergi Indonesia dan akan diikuti dengan sinergi lainnya dalam waktu dekat. “Saya sangat mendukung dan memacu agar tercipta sinergi yang lebih besar sehingga tercipta keuntungan dan layanan yang lebih baik bagi seluruh masyarakat Indonesia,” kata Sofyan Djalil.

Jum’at, 28 Agustus 2009

Karena Century, Negara Bisa Jeblok Rp 5 Triliun

Penyelamatan Bank Century berpotensi merugikan negara, dalam hal ini Lembaga Penjamin Simpanan, sebesar Rp 4,5 triliun-Rp 5 triliun pada tahun 2011 saat LPS harus melepas kepemilikannya. Proses penyelamatan yang diawali pernyataan Bank Century sebagai bank gagal yang berpotensi sistemik juga dipertanyakan.

”LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) harus mendivestasi saham Century paling lambat tiga tahun sejak pengambilalihan pada 21 November 2008, yaitu paling lambat November 2011. Artinya, dengan ekuitas yang sekarang mencapai Rp 500 miliar, saat dijual tiga tahun lagi diperkirakan hanya menjadi Rp 1,5 triliun-Rp 2 triliun,” ujar anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Dradjad H Wibowo, di Jakarta, Kamis (27/8), dalam rapat kerja dengan Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati dan Pejabat Sementara Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution.

Rapat yang juga dihadiri Kepala Eksekutif LPS Firdaus Djaelani itu diwarnai keraguan anggota Dewan atas keputusan BI dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), yang menyatakan Bank Century merupakan bank gagal yang berpotensi sistemik (bisa menyebabkan kegagalan bank lain jika dibiarkan mati). Penetapan Bank Century sebagai bank gagal dan berpotensi sistemik diputuskan dalam rapat KSSK pada 21 November 2008.

Sejak itu, ada empat kali suntikan dana dari LPS ke Bank Century, yakni pertama pada 23 November 2008 senilai Rp 2,776 triliun (modal yang digunakan untuk mengembalikan rasio kecukupan modal/CAR Bank Century dari negatif 3,53 persen menjadi 8 persen). Kedua, pada 5 Desember 2008 senilai Rp 2,201 triliun.

Ketiga, pada 3 Februari 2009 sebesar Rp 1,155 triliun untuk menutup kekurangan CAR berdasarkan hasil perhitungan BI. Keempat, pada 21 Juli 2009 senilai Rp 630 miliar. Dengan demikian, total suntikan dana yang dikucurkan LPS mencapai Rp 6,762 triliun.

Dengan total dana yang sudah dikucurkan ini, potensi kerugian sebesar Rp 4,72 triliun hingga Rp 5,22 triliun. Nilai kerugian ini karena harga jual saham Bank Century saat didivestasi tahun 2011 diperkirakan Rp 1,5 triliun-Rp 2 triliun.

Dradjad mempertanyakan dasar pencairan dana sebanyak empat kali itu. Setiap kucuran modal biasanya disebabkan munculnya kewajiban baru bagi Bank Century dan harus ditanggung LPS.

LPS dicurigai meloloskan kucuran dana 18 juta dollar AS dari Bank Century kepada pihak tertentu, yang memiliki hubungan utang piutang dengan pemegang saham lama, tetapi masih dalam proses pengadilan.

”Jika klaim sepihak seperti itu dibayar juga, penambahan modal LPS ke Century patut dicurigai legitimasinya. Atas dasar itu perlu audit investigasi untuk memastikannya,” ujar Dradjad.

Alasan sistemik

Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar, Sofyan Mile, mempertanyakan alasan penetapan status bank gagal yang berpotensi sistemik pada Bank Century oleh BI dan KSSK pada 21 November 2008. Saat itu definisi bank gagal yang berpotensi sistemik belum disepakati dengan DPR, tetapi BI dan pemerintah telah mendahului dengan dasar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK).

”Padahal, sebelumnya DPR sudah jelas-jelas menolak proposal untuk menolong Bank Indover yang juga disinyalir bisa berpotensi sistemik akibat krisis keuangan global,” ujarnya.

Sri Mulyani menyebutkan, seluruh dana yang disuntikkan LPS ke Bank Century tidak menyedot dana APBN karena semuanya murni dari dana kelolaan LPS. Penyelamatan Bank Century juga tidak menyebabkan BI harus menggunakan wewenang yang diberikan Perppu No 4/2008, yakni Fasilitas Pendanaan Darurat (FPD) pada Bank Century.

”Dengan demikian, tidak ada implikasi terhadap APBN dan tidak membutuhkan FPD oleh BI. Dan seluruhnya masih masuk dalam koridor hukum,” ujarnya.

Firdaus Djaelani menegaskan, upaya penyelamatan Bank Century sudah mulai memberikan hasil, antara lain kembalinya CAR ke level sehat, yakni 9,28 persen pada 31 Juli 2009. Itu jauh di atas CAR pada posisi 20 November 2008, atau saat Bank Century diambil alih LPS, yakni negatif 153,66 persen.

”Hingga saat ini LPS masih merupakan pemilik, sementara pengawasan harian atas Century tetap ada di BI,” ujarnya.

Darmin Nasution mengatakan, Bank Century diselamatkan karena jika dibiarkan mati, dikhawatirkan menyebabkan 23 bank lainnya juga bermasalah akibat di-rush nasabahnya.

Ke-23 bank tersebut merupakan bank-bank yang selevel dan memiliki hubungan bisnis dengan Bank Century. Di tengah krisis keuangan, kebangkrutan sebuah bank bisa merembet cepat ke bank lain yang selevel.

Selain meminta audit investigasi, Komisi XI DPR juga akan meminta pandangan hukum tentang legal tidaknya penyuntikan dana oleh LPS pada 3 Februari 2009 dan 21 Juli 2009.

Komisi XI DPR memandang tindakan LPS itu ilegal karena Perppu No 4/2008 tentang JPSK yang menjadi dasar penyelamatan Bank Century dinilai tidak lagi berlaku 18 Desember 2008 atau ketika perppu tersebut ditolak DPR menjadi undang-undang.

Sementara pemerintah menganggap penyelamatan yang dilakukan LPS legal karena sudah sesuai dengan Undang-Undang LPS. (OIN/FAJ)

Jakarta, 28 Agustus 2009

Bank-bank BUMN Bakal Satukan ATM

Nasabah Bank Mandiri, BRI, BNI, dan BTN ke depan tidak perlu repot lagi bila harus melakukan transaksi lewat ATM. Sebab, perbankan yang masuk dalam Himpunan Bank-bank Negara (Himbara) ini berencana untuk menyatukan mesin ATM.

Nantinya, himpunan bank pelat merah ini hanya akan megeluarkan satu jenis kartu ATM, yakni ATM Himbara.

Menurut Dirut Bank Mandiri Agus Martowardojo, saat ini pihaknya tengah mengkaji lebih jauh terkait rencana ini. “Nanti tidak ada lagi Bank Mandiri, BRI, BNI, atau BTN. Adanya cuma Bank Himbara. Ya tapi itu nanti belum. Kan tidak boleh ketahuan. Saat ini kita masih bicara sambil minum teh, atau kopi,” kata Agus, di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (28/8).

Agus memang belum bisa memastikan kapan rencana tersebut akan terwujud. Namun, dia mengakui penggabungan ATM tersebut membutuhkan persiapan yang matang termasuk untuk sistem teknologi informasi (IT). “Nanti kalau sudah dekat, kami kasih tahu,” pungkasnya.

2030, Indonesia Potensi Kurangi 60 Persen Emisi Karbon

Indonesia berpotensi mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 60 persen hingga tahun 2030 dengan menggabungkan kebijakan lingkungan hidup yang tepat dan dukungan internasional.

Perubahan kebijakan dan kelembagaan di sektor kehutanan, pembangkit listrik, transportasi, dan pengelolaan lahan gambut merupakan peluang bagi Indonesia untuk beralih ke jalur ekonomi yang lebih berkelanjutan.

Demikian paparan Menteri Lingkungan Hidup dan Ketua Harian Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Rachmat Witoelar kepada para wartawan, Kamis (27/8) di Jakarta. Data ini merupakan hasil kajian sementara DNPI tahun ini.

“Indonesia mengakui adanya ancaman yang dihadapi semua bangsa dari pemanasan global, dan akan mengupayakan pengurangan emisi dalam negeri sepanjang hal tersebut sesuai dengan tujuan pembangunan nasional,” ujar Rachmat.

Data DNPI menunjukkan, jumlah emisi gas rumah kaca Indonesia pada 2005 mencapai 2,3 giga ton. Emisi ini akan meningkat sebesar 3,6 giga ton pada 2030 apabila tidak terdapat perubahan dalam cari pengelolaan di beberapa sektor.

Indonesia sendiri, salah satunya, akan fokus pada sektor kehutanan, pertanian, transportasi, bangunan, dan semen. Dari sektor ini, Indonesia berpeluang mengurangi gas rumah kaca sebesar 2,3 giga ton pada 2030.

Seperti diketahui, lahan gambut dan kehutanan merupakan sumber terbesar emisi gas rumah kaca di Indonesia, yaitu mencapai 45 persen. Untuk menekan emisi tersebut, Indonesia akan merehabilitasi lahan gambut yang rusak.

“Selain itu, Indonesia akan secara aktif memengaruhi negosiasi internasional tentang emisi gas, mengembangkan strategi perubahan iklim di dalam negeri yang handal, serta meningkatkan kesadaran masyarakat akan risiko dan peluang perubahan iklim,” ujar Rachmat.