Polisi Berhasil Bekuk Pembobol Kartu Kredit

JAKARTA, KOMPAS.com — Subdirektorat Tanah dan Bangunan Polda Metro Jaya berhasil membekuk komplotan pembobol mesin transaksi kartu kredit atau electronic data capture (EDC) dari berbagai bank swasta dan nasional. Komplotan berjumlah 14 orang ini telah beraksi dari tahun 2010 dan berhasil meraup keuntungan sampai Rp 81 miliar.  “Modusnya agak unik dan terorganisir dengan baik serta telah merugikan banyak pihak. Ada kaitannya dengan operasional bank dan penyalahgunaan kartu kredit,” ujar Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Baharudin Djafar, Kamis (29/9/2011) di Mapolda Metro Jaya.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Gatot Edy Pramono mengungkapkan, ada dua modus yang dilakukan anggota komplotan penjahat perbankan ini, yakni penipuan dengan model transaksi offline dan penipuan online melalui sistem refund (pengembalian).  Modus penipuan offline oleh pelaku terungkap saat Bank Danamon melihat adanya transaksi kartu kredit yang mencurigakan senilai Rp 432 juta pada 8 September 2011. Hal itu kemudian dilaporkan ke Polda Metro Jaya.  Setelah dilakukan penyelidikan dan penangkapan, para pelaku menuturkan bahwa pembobolan ini sudah dipersiapkan dengan matang. Caranya dengan mencari mesin EDC yang rusak di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Pelaku kemudian menemukan adanya mesin EDC rusak Bank Danamon yang biasa dipakai transaksi pembayaran bahan bakar di SPBU Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

Tiga pelaku, yakni Kusno, Parjo, dan Andi, yang telah mengenakan seragam Bank Danamon palsu dan surat perintah palsu mendatangi SPBU itu untuk pura-pura memperbaiki mesin EDC.  “Mesin edisi itu dibawa. Di dalam itu ada MID (merchant identification) dan TID (terminal identification), dan data-data yang diambil. Mereka minta juga kartu ATM dan nomor PIN pemilik SPBU yang dipegang pegawai,” kata Gatot.  Para penipu itu kemudian menyerahkan mesin EDC kepada Ranan, yang bertugas membuat transaksi fiktif dari kartu-kartu kredit yang sengaja dibuat. Pihak bank mencatat transaksi itu dan mengirimkan pembayaran ke rekening pemilik SPBU, Teuku Averose, yang sudah dipegang pelaku.  Setelah itu, Ranan mencairkan dana senilai Rp 432 juta. Dana itu ditransfer pelaku ke sembilan rekening yang sengaja dibuat memakai identitas palsu. Nilai transfer itu mencapai nilai rata-rata Rp 20 juta dalam sehari. Bank Danamon mencurigai adanya aliran ini dan melaporkannya ke Polda Metro Jaya.  Adapun modus kejahatan kedua yang dilakukan komplotan ini adalah menggunakan sistem refund (pembatalan transaksi). Pelaku terlebih dulu mencuri data MID dan TID mesin EDS yang ada di supermarket terkenal.

“Mereka lalu membuat transaksi-transaksi fiktif di mesin EDS milik mereka. Namun, karena data di dalamnya itu sama, jadi seolah-olah mereka belanja pakai kartu kredit di supermarket itu, padahal tidak,” kata Gatot.  Dari mesin EDS itu juga pelaku kemudian membuat transaksi refund sendiri dengan kode otoritas dari supermarket yang dibuat asal. Transaksi ini pun dicatat pihak bank. “Bank kemudian mengembalikan saldo ke dalam kartu kreditnya dengan adanya pembatalan transaksi itu,” ujar Gatot.  Sebanyak 14 pelaku dibekuk pihak kepolisian dari komplotan lihai yang telah berpetualang dari tahun 2010 ini. Dengan dua modus yang dijalankannya, pelaku berhasil meraup keuntungan Rp 81 miliar dari berbagai bank.  Penangkapan tidak hanya berlaku terhadap pelaku yang terlibat aksi kejahatan perbankan, tetapi juga terhadap orang yang turut mendukung dalam pembuatan dokumen palsu. Para tersangka yang ditangkap adalah Ranand Paskal Lolong, Andi Rubian, Kusnadar alias Kusno, Haris Mulyadi alias Beno, Harun Wijaya, Firmansyah H, Hoisaeni Ibrahim, Muhril Zain Sany, Yayat Ahadiyat, Yudi Dwilianto, Budy Hadiyono Putro alias Budi Zenos, Raden Adi Dewanto, Muhammad Nurdin bin Musa, dan Firmanto Gandawidjaja.  Para tersangka itu dikenai Pasal 372 dan 378 KUHP tentang pemalsuan dan penipuan. “Namun, besar kemungkinan akan kami jerat undang-undang perbankan,” kata Gatot.

 

Tinggalkan komentar