Batasi Kegiatan Bank Asing

INDONESIA SUDAH TERLANJUR MEMBUKA DIRI

Dominasi bank-bank asing terhadap pangsa pasar perbankan nasional yang cenderung terus membesar tidak boleh dibiarkan terus terjadi. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah menerapkan pembatasan kegiatan berjenjang atau multiple restricted lisence untuk bank asing.

Bank Indonesia tak perlu takut terhadap tekanan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengingat semua negara juga menerapkan hal serupa sebagai upaya melindungi bank domestik.

”Perlakuan kita terhadap bank asing terlampau bebas, tidak sebanding dengan perlakuan negara lain terhadap bank-bank milik investor Indonesia yang ingin berekspansi ke negara mereka. BI harus segera menerapkan asas resiprokal di industri perbankan nasional,” kata Ketua Perhimpunan Bank Umum Milik Negara (Himbara) Agus Martowardojo, akhir pekan lalu di Jakarta.

Menurut Agus, bank-bank umum yang dimiliki investor asing bisa melakukan kegiatan apa saja, mulai dari menghimpun dana masyarakat sampai menyalurkan kredit mikro ke seluruh penjuru Tanah Air. Tidak mengherankan jika akhirnya investor asing berbondong-bondong membeli bank domestik. Apalagi, margin keuntungan perbankan di Indonesia relatif lebih tinggi.

Akibat situasi ini, pangsa pasar aset bank umum yang dikuasai asing makin dominan dari waktu ke waktu. Saat ini, pangsa pasar bank asing di Indonesia hampir mencapai 50 persen dari total aset perbankan nasional yang tercatat Rp 1.800 triliun.

”Karena tidak adanya pembatasan kegiatan, bank-bank kecil yang dimiliki asing ini akan menjadi pesaing yang menakutkan, termasuk bagi bank-bank besar milik investor domestik,” kata Agus yang juga Direktur Utama Bank Mandiri.

Tidak ”fair”

Perlakuan yang diberikan terhadap bank-bank asing di Indonesia, kata Agus, sangat tidak fair jika dibandingkan dengan perlakuan regulator perbankan di negara lain yang sangat membatasi masuknya bank asing, terlebih bank dari Indonesia.

”Contohnya, Bank Mandiri sudah empat tahun ini tak juga bisa menaikkan status dari kantor agen menjadi kantor cabang di Shanghai, China. Kalaupun nanti ada peningkatan status, operasional kami tetap akan dibatasi, misalnya tidak boleh menerima mata uang renmimbi, China. Jika nanti sudah boleh menerima renmimbi, kami masih harus batasi tidak boleh menghimpun tabungan dan deposito dari masyarakat China. Pokoknya, dibuat tidak nyaman,” kata Agus.

Karena itu, Agus mengusulkan agar BI segera mengimplementasikan asas resiprokal dalam bisnis perbankan dengan negara lain. Jika BI tidak membatasi bank asing, mereka juga harus melakukan hal serupa. Jika mereka melakukan pembatasan, BI tidak perlu takut untuk juga membatasi bank-bank asing dari negara bersangkutan.

Anggota Komisi XI DPR, Dradjad H Wibowo, mengatakan, dominasi bank asing lebih banyak merugikan ketimbang manfaatnya bagi perekonomian nasional. Bank asing tidak hanya mengeruk laba besar, tetapi juga menguasai basis data berbagai industri di Tanah Air. Lewat laporan keuangan para debitornya, bank asing bisa menganalisis prospek berbagai industri. Tak mengherankan jika asing pun menguasai berbagai industri di dalam negeri seperti telekomunikasi.

Sebagian besar bank asing juga hanya bermain di segmen konsumsi yang tidak produktif. Hal itu sangat minim mendorong nilai tambah perekonomian domestik.

Deputi Gubernur Muliaman Hadad mengatakan, BI pada dasarnya juga tak ingin perbankan nasional dikuasai asing. ”Kami akan cari cara-cara yang cantik untuk mengatasi persoalan. Maksudnya jangan sampai Indonesia akhirnya dicap sebagai anti asing. Ini juga tidak baik. Cara-cara cantik itu, misalnya, ya dengan multiple restricted lisence,” katanya.

Menurut Muliaman, posisi Indonesia telanjur rumit. UU Perbankan, misalnya, memperbolehkan asing menguasai saham bank hingga 99 persen. (FAJ)

Jakarta, 14 September 2009

Source: http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/14/05132219/batasi.kegiatan..bank.asing

Tinggalkan komentar